Archive for December 2017
Lewat Gunung Aku Tuliskan Sepucuk Surat untuk Membela Indonesia di Tahun 2018
Ajang olahraga musim panas se Asia yang biasa disebut Asian
Games akan dihelat di Indonesia. Pesta olahraga ini sudah diselenggarakan
sebanyak 18 kali dari awal penyelenggaraannya. Dari 18 kali penyelenggaraannya
tersebut, negara kita tercinta, Indonesia, sudah 2 kali menjadi tuan rumah
lomba olahraga bergengsi tingkat Asia ini. Sebelumnya, Indonesia sudah pernah
menjadi tuan rumah Asian Games edisi ke 4 yang bertempat di Jakarta pada tahun
1962. Sudah lama banget ya kalau dipikir-pikir, kalian para pembaca dan saya
pembuat artikel ini saya kira belum pada lahir hehe.
Dan Asian Games XVIII kali ini Nampak berbeda dengan Asian
Games sebelumnya, untuk pertama kali nya perhelatan Asian Games akan
dilaksanakan di 2 kota dalam satu negara. Kota yang akan digunakan para atlet
berlomba kali ini akan bertempat di Jakarta dan Palembang. Dan kabarnya
bangunan yang dulu pernah digunakan Asian Games IV akan digunakan kembali,
walaupun sebagian dan tidak semuanya digunakan. Tapi jelas, karena ini kita
sebagai warga negara yang baik harus serta merta mendukung pemerintah agar
perhelatan Asian Games kali ini berjalan secara normal dan tanpa kendala.
Aamiin.
Wait, sekarang ini bukan waktunya untuk membahas
pagelaran Asian Games XVIII yang ditunggu-tunggu warga Asia, terlebih warga
Indonesia sebagai tuan rumah. Kali ini saya akan mencoba berbagi cerita tentang
#EnergiAsia versi saya untuk membela Indonesia di tahun 2018. Wuih keren
banget ga tuuh hehe. Walau ada sangkut paut nya dengan Asian Games XVIII
yang diselenggarakan di Indonesia, tapi tidak sepenuhnya artikel saya ini
membahas tentang itu. Kalau mencari berita tentang Asian Games XVIII kalian
bisa membuka website resmi nya atau platform berita yang lain, tapi saya beri
saran kalau membaca artikel saya ini sampai habis dulu, karena tidak ada
salahnya bukan, membaca kan jembatan ilmu hehe.
Saya mulai dari sini,
Indonesia sungguh kaya dalam hal apapun. Terlebih dalam hal alam,
gunung dan lautan. Indonesia juaranya. Sebagai mahasiswa saya patut bangga. Oleh
karena itu disetiap libur kuliah, saya dan sahabat-sahabat kampus saya memilih untuk
mendalami secantik apa alam Indonesia lewat mendaki gunung. Bahkan tidak hanya
disaat libur setelah ujian kuliah, ada
satu matakuliah yang sedang tidak ada dosennya pun kami sempatkan untuk mendaki
salah satu gunung terdekat dari kampus.
Seperti minggu lalu, kami mencoba mendaki Gunung Merapi. Nilai-nilai
persahabatan sungguh terasa dipendakian kali ini. Awalnya, kami tidak
berkeinginan untuk mendaki Gunung Merapi. Jauh-jauh hari sebelum hari
pendakian, kami sempat berdiskusi tentang gunung untuk pendakian selanjutnya,
terpilihlah Gunung Sumbing. Jadi kenapa tidak jadi Gunung Sumbing dan malah ke
Gunung Merapi?
Jadi begini, awalnya kami rencana berangkat ke basecamp
Gunung Sumbing hari Jumat sore setelah selesai praktikum dan revisinya. Nah
salah satu dari sahabat saya mendapat jadwal praktikum hari Sabtu, jadi mau
tidak mau dia meminta ijin untuk ikut praktikum di hari Jumat agar semua sama.
Tapi ijin ditolak oleh asisten laboratorium. Secara otomatis pendakian ke
Gunung Sumbing batal. Karena secara dilihat dari persiapan alat-alat lapangan
dan logistik dia lah yang paling siap, kami merubah rencana dari Gunung Sumbing
ke Gunung Merapi yang dilihat terdekat dari kampus. Rencana tersebut dipilih
karena persahabatan. Daripada satu sahabat tidak ikut, mending merubah rencana
agar semua kembali semula dan juga agar logistik yang sudah dia beli tidak
terbuang percuma.
Sabtu siang kami berangkat ke basecamp Gunung Merapi dengan
formasi komplit. Sesampainya di basecamp pendakian Gunung Merapi, kami
mencoba membagi bawaan agar tidak berat di satu carrier (tas gunung),
karena seperti pepatah “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”, seperti
itulah hehe. Setelah dirasa sama berat, pendakian dimulai setelah adzan ashar.
Nilai persahabatan dirasa dapet lagi setelah setengah perjalanan.
Hujan turun. Tidak begitu deras, tapi cukuplah untuk membuat badan dan bawaan
basah kuyup sebelum dapet tempat teduh di pos. Kami semua paham kalua cuaca
sekarang ini sedang tidak menentu, kadang panas kadang juga hujan. Makanya
sedia payung sebelum hujan. Bukan payung sih, tapi jas hujan. Jas hujan sekali
pakai yang bisa dibeli diwarung-warung biasa dan harganya 5ribuan. Kebeteluan
saya bawa 2 jas hujan. Satu untuk saya pakai dan satu untuk tas carrier saya,
harusnya. Tapi tidak diharapakan, salah satu sahabat saya lupa memasukkan jas
hujan ke dalam tasnya. Sempat kami semua bingung. Apa boleh buat, jas hujan
yang harusnya saya gunakan untuk menutupi tas carrier saya agar tidak basah,
saya berikan kepada sahabat saya. Setelah itu kami bergegas untuk sampai di pos
agar dapat tempat teduh. Dan kami dapat tempat teduh setelah 10 menit
hujan-hujan.
Sekitar 20menit menunggu hujan reda di pos, kami lanjutkan
perjalanan agar tidak kemalaman sampai di tempat untuk mendirikan tenda.
Sebelum sampai di tempat mendirikan tenda, langit sudah berganti menjadi gelap.
Lampu-lampu penerangan yang sudah kami bawa dari rumah kami keluarkan dan kami
gunakan. Memang tidak semuanya membawa agar tidak ribet awalnya. Tapi ternyata
dengan jalan yang bergitu terjal sampai puncak, kami seharunya membawa
penerangan satu orang satu. Jadi kamu gunakan saja seadanya. Agar semua dapet
penyinaran lampu penerangan seperti senter dan headlamp, kami atur posisi. Tentu
yang tidak membawa penerangan harus berjalan di tengah. Kebetulan yang membawa
penerangan lebih banyak dari pada yang tidak membawa, jadi tidak begitu gelap.
Sampai di tempat pendirian tenda, sekitar jam 8 malam kami semua
masih berjalan dengan posisi yang sama. Dengan penerangan seadanya tidak ada
halangan yang menggangu sepanjang perjalanan. Lalu kami turunkan tas bawaan dan
mulai bergegas membuat tenda. Tenda yang kami bawa ada 2 buah. Agar cepat
berdiri dan semua bergerak, kami dirikan tenda satu demi satu. Satu orang
memberikan penerangan dan yang lain mendirikan tenda. Dengan kekuatan
persahabatan, 2 tenda sudah berdiri berhadapan agar enak kalau perlu apa-apa. Semua
bawaan kami masukkan kedalam tenda.
Dan agar dapat kehangatan lebih dan tenaga pulih kembali, kami
mulai membuat minuman hangat dan makan malam. Kebetulan kami membawa 2 kompor
kecil dan 2 gas kecil juga. Jadi satu kompor digunakan untuk membuat minuman
dan yang satunya untuk membuat nasi. Beberapa orang memasak dan yang lain mulai
menyiapkan kantong tidur. Menu minuman saat itu adalah susu putih hangat dan
makanannya adalah nasi hangat dengan lauk pauk kering temped an sarden. Kami
semua makan dengan lahap. Dan setelah itu alat makan dicuci dan bergegas untuk
tidur.
Dengan cuaca yang begitu tenang tanpa ada badai, kami tidur dengan
lelap dan rencana untuk kepuncak Gunung Merapi keesokan harinya jam 6 pagi. Hari
berganti dan kabut tebal mulai mengahalangi penglihatan kami semua. Dengan
bawaan seadanya, kami tinggal tenda dan bergegas untuk kepuncak Gunung Merapi.
Setelah berjalan sekitar 30menit kami sampai di Pasar Bubrah dank abut masih
saja menghalangi penglihatan kami. Karena Merapi ini salah satu gunung aktif
sekarang ini, kami mengambil kesimpulan agar untuk tidak melanjutkan sampai ke
puncak dan cukup sampai di Pasar Bubrah saja puncaknya. Dengan kabut yang
begitu tebal kami semua sadar menjaga keselamatan lebih penting dari yang lain.
Dan puncak bukanlah segalanya. Masih ada banyak hari untuk kembali kesini dan
kami taklukkan puncak Gunung Merapi. Begitulah yang dikatakan salah satu
sahabat saya, hehe.
Jam 8 kami kembali ke tenda untuk makan minum dan bersiap untuk
turun dan kembali ke basecamp. Seperti sebelumnya, kami semua bekerja
sama agar semua bergerak dan kami lebih cepat sampai ke basecamp. Dua
orang memasak makanan dan minuman, dua orang mengemasi bawaan dan yang satu
orang lagi mengumpulkan sampah supaya tempat kami bertenda kembali ke keadaan
semula. Semua sudah telaksana dan kembali bersih, kami semua turun dengan tas
yang lebih ringan daripada disaat berangkat. Dan kami sampai di basecamp
dengan selamat.
Dari artikel ini saya mendukung Indonesia dalam kejuaraan Asian
Games XVIII yang diselenggarakan di kampung sendiri. Apakah saya menyarankan
para atlit untuk mendaki gunung? Bukan, tapi tidak ada salahnya juga sih kalau
iya. Selalu menjaga nilai-nilai persahabatan jelas faktor besar untuk
memenangkan ajang perlombaan ini. Anggap pelatih dan para pendukung sebagai
sahabat kalian, semua masukan yang diberikan pelatih kalian tanamkan dalam diri
kalian, para atlet pilihan negara. Dari atas gunung saya coba mendoakan yang
terbaik untuk Indonesia di tahun 2018 mendatang. #DukungBersama#EnergiAsia #BelaIndonesia #RoadToAsianGames2018
Jayalah Indonesia ku.
Karanganyar, 3 Desember 2017
Rochmat Hari Prasetyo